EKSPLORASI

Bencana Longsor di Wilayah Bugbug Diduga Akibat Proyek Resort Mewah di Dekat Kawasan Pura Gumang

Timbunan Material Longsor Menggunung Memenuhi Jalan Raya Mengakibat Macet Parah

Karangasem, MiningNews – Hujan lebat yang mengguyur wilayah Karangasem sejak Kamis malam (6/6/2024) menyebabkan longsor di sejumlah titik. Salah satunya adalah dijalur wilayah Sanghyang Ambu Desa Bugbug, di mana pada jalur ini selalu menjadi langganan longsor material bukit setiap hujan lebat. Timbunan material longsor pun menggunung memenuhi jalan raya dan menyebabkan pengendara jalur Denpasar – Amlapura kesulitan melintas. Kemacetan yang terjadi juga lumayan panjang, karena kendaraan terjebak hampir empat jam lamanya. Saat ini, akses jalan yang ada di wilayah Sang Hyang Ambu, Desa Bugbug, Karangasem tersebut sudah bisa dilalui oleh kendaraan. Petugas memprioritaskan sepeda motor, kemudian disusul mobil dan truk.

Dari pantauan Bupati Karangasem Gede Dana, juga sempat datang langsung melakukan pembersihan sisa-sisa material longsoran yang menutup akses jalan Amlapura-Denpasar. Hal tersebut dilakukan supaya akses jalan segera dilalui kendaraan karena sudah hampir empat jam terjebak macet. Bupati Dana mengatakan begitu menerima laporan bahwa akses jalan utama dari arah Denpasar menuju Karangasem lumpuh karena tertutup material tanah dan bebatuan, dia langsung berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk dapat segera membuka akses jalan. Setelah alat berat datang, penanganan langsung dilakukan. Setelah kurang lebih empat jam penanganan material longsor akhirnya disingkirkan. “Tadi saat saya sampai di sini, material tanah yang menutupi akses jalan sangat banyak dan tinggi. Sehingga saya langsung instruksikan BPBD untuk terjunkan alat berat,” kata Gede Dana, saat dikonfirmasi awak media, pada Jumat (7/6/2024).

Pada kesempatan itu, Bupati Gede Dana juga sempat mendatangi rumah warga yang terkena longsor, yang mengalami kerusakan di bagian tembok pembatasnya. Bupati juga mengimbau warga dan masyarakat lainnya agar selalu waspada saat terjadinya hujan lebat yang cukup lama, terutama warga yang rumahnya dekat tebing, perbukitan atau di dekat aliran sungai, agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan. “Masyarakat agar selalu waspada dengan potensi bencana, disaat musim kemarau ini tiba tiba datang hujan lebat. Bencana selalu datang tiba tiba, kita harus selalu waspada,” ujarnya. Gede Dana menyebut, pihaknya ke depan akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, karena akses jalan tersebut merupakan jalan Provinsi Bali. ”Kita akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mencarikan solusinya agar hal seperti ini tidak terjadi lagi,” pungkasnya.

Di sisi lain, Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karangasem, Ida Bagus Ketut Arimbawa menegaskan akibat hujan lebat tersebut, sebanyak 27 bencana terjadi di Kabupaten Karangasem. Berbagai bencana tersebut, yakni tanah longsor, pohon tumbang hingga banjir. Arimbawa mengatakan bencana alam di Karangasem terjadi akibat hujan deras di empat kecamatan, yaitu Karangasem, Manggis, Sidemen, dan Abang. Beruntung tidak ada korban jiwa akibat puluhan bencana tersebut. Sebanyak 27 bencana terdiri atas 14 kejadian tanah longsor, sembilan peristiwa pohon tumbang, dan empat peristiwa banjir. Meski tak menimbulkan korban jiwa, puluhan bencana itu menimbulkan sejumlah kerusakan. “Beberapa rumah dan fasilitas umum mengalami kerusakan akibat pohon tumbang dan tanah longsor,” ujar Arimbawa.

Salah satu warga Desa Bugbug, I Ketut Wirnata yang ikut menjadi korban bencana tanah longsor, karena tembok penyengker dan rumah jebol, mengungkapkan hujan sangat deras sudah terjadi sejak pukul 02.00 WITA dini hari. Hingga pada waktu pagi, atau sekitar pukul 06.00 WITA mendengar suara bangunan roboh. “Saya pikir itu suara kera yang baru bangun. Setelah 15 menit kemudian saya didatangi sama tetangga. Dan bilang tembok penyengker gudang saya roboh. Setelah saya lihat memang benar penyengker gudang dan rumah saya jebol. Sampai menimpa mobil. Ini juga ada rumah yang di atas saya, juga jebol tanggulnya. Ini persis di bawah vila (proyek resort mewah, red) yang bermasalah,” ungkapnya. Atas kejadian itu, ia menduga pemicu tanah longsor di sekitar rumahnya terjadi akibat adanya proyek resort mewah di dekat kawasan Pura Gumang yang berada tepat di atasnya.

“Yang jelas sudah 25 tahun saya di sini nggak pernah seperti ini. Di Pura Segara dekat bangunan itu (proyek resort mewah, red) juga ada beberapa batu besar yang jatuh,” sebutnya, seraya menegaskan akibat musibah tersebut, pihaknya sebenarnya ingin meminta ganti untung dari kerugian yang dideritanya yang diperkirakan sekitar Rp30 jutaan kepada pihak pemilik proyek resort mewah yang diketahui berada di bawah PT Detiga Neano Resort Bali. Bahkan ia bersama warga Desa Bugbug sudah pernah membuat laporan ke Polda Bali terkait dugaan adanya tindak pidana penataan ruang di areal pembangunan resort mewah tesebut. “Masih kita fikirkan pak (minta ganti untung, red). Karena kita juga sudah melapor tentang rata ruang. Dan masih berproses di Polda. Proses di Polda masih jalan,” tegasnya.

Secara terpisah, Gede Putra Arnawa, S.Kom., selaku Ketua Team 9 Gema Shanti mengakui sudah membuat laporan di Polda Bali, pada 4 September 2023 menjelaskan tentang dugaan adanya tindak pidana pelanggaran tata ruang tersebut, sehingga turun Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.LIDIK/246/IX/2023/Ditreskrimsus tanggal 7 September 2023 dengan melakukan klarifikasi tambahan terhadap management PT Detiga Neano Resort Bali. Oleh karena itulah, pihaknya sempat meminta agar proyek dihentikan sementara sampai dengan keluar hasil pembahasan yang rencananya diselenggarakan oleh Pemkab Karangasem dengan melibatkan pihak pro dan kontra serta ahli dan jajaran dinas Provinsi Bali. Hal ini penting, karena dari diskusi sebelumnya, PBG (Persetujuan Bangunan dan Gedung) dan SLF (Sertifikat Laik Fungsi) belum terbit. “Dan Izin Lingkungan (persetujuan lingkungan) perlu dikaji lagi karena berada di kawasan lindung dan berdampingan dengan Hutan Lindung, yang menurut permen 4/2021 harusnya Amdal,” imbuhnya.

Pihaknya juga mengakui sebenarnya ini, bagian dari rentetan dari demo-demo masyarakat Desa Adat Bugbug yang tergabung dalam Gema Shanti yang membuat laporan dan juga sempat mengadu ke pemerintah daerah termasuk ke DPRD Karangasem namun dirasakan tidak mendapat tanggapan dan terkesan tidak peduli dengan persoalan ini. “Mereka menganggap Program Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang atau PKKPR sudah keluar. Tapi masyarakat juga sudah tahu bagaimana mungkin PKKPR ke luar belum masuk RDTR (Rencana Detail Tata Ruang, red) Karangasem kan belum join dengan kemementerian. Tapi kok ijin PKKPR-nya bisa ke luar itu? Padahal setahu kita PKKPR kan berjenjang itu. Kalau daerah Karangasem ini belum terintegrasi RDTR-nya dengan OSS. Tapi kalau sampai PKKPR ke luar itu sudah hasil kajian pemerintah daerah yang mengijinkan PKKPR itu. Nah, inilah seolah-olah perijinan semuanya datang dari pusat. Apa yang menjadi motifnya itu?

Selama ini ternyata proses pembangunan proyek resort mewah tersebut masih terus berjalan sampai sekarang. Karena itulah, warga Desa Adat Bugbug sangat gerah, apalagi terjadi musibah longsor, sehingga membuat laporan yang sedang ditangani oleh Ditreskrimsus Polda Bali. Sayangnya hingga kini dikatakan proses penyelidikan dirasakan sangat lambat. “Malah susah sekali kita kontak penyidik di Polda Bali. Padahal kita sudah kirim semua dampak langsung terhadap masyarakat. Misalnya longsor, guliran batu dan segala macam. Sampai sekarang belum jelas gimana penanganannya dan tanpa update apa-apa. Begitulah kecewanya kita yang katanya mengklarifikasi management PT Neano, tapi sampai sekarang itu tidak ada kabar berita lagi. Dan malah saat dicoba kontak sudah seperti kehilangan kontak kita dengan penyidiknya,” bebernya, sembari mempertanyakan sikap dari negara yang terkesan tidak mau segera menanggapi persoalan yang selama ini dilaporkan oleh masyarakat.

“Katanya negara meminta masyarakat, agar ikut berpartisipasi melakukan pengawasan terhadap lingkungan. Tapi di saat sebagai masyarakat yang aktif memberikan masukan kepada pemerintah dalam hal ini, malah abai pemerintah ini. Dan terkesan tidak peduli dengan persoalan masyarakat. Padahal laporan dugaan tindak pidana pelanggaran tata ruang itu resmi, dan demo berjilid-jilid di Pemerintah Karangasem, tapi tetap mereka berdalih itu sah dan sebagainya. Itu tidak masuk akal, karena dari tata ruang area pembangunan (resort mewah, red) sudah masuk sempadan pantai dan sempadan jurang yang dilanggar,” tegasnya. Sayangnya dari pihak PT Detiga Neano Resort Bali belum bisa dihubungi dan diklarifikasi terkait kasus dugaan pelanggaran tata ruang tesebut, hingga berita ini diturunkan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kelian Desa Adat Bugbug, I Wayan Purwa Arsana mengklaim proses pembangunan resort mewah di bawah naungan PT Detiga Neano Resort Bali sudah berjalan sesuai prosedur tanpa ada yang dilanggar. Purwa Arsana menyatakan bahwa dalam proses pembangunan vila ini tidak ada yang dilanggar. Menurutnya, dari sisi perizinannya sudah dapat dipenuhi. Di mana prosesnya melalui sistem OSS dan semua itu bisa dibuktikan serta bisa diperlihatkan secara terbuka. “Sesuai dengan surat yang kami dapatkan dari Pemkab Karangasem melalui asisten, cukup jelas bahwa semua proses sudah dapat dan tidak ada yang dilanggar,” katanya Sabtu (29/7/2023).



MinungNews.ID

Saluran Google News



Baca juga :