OPINI

OPINI: Dilema Kaum Marjinal, Kajian Sosial Atas Ditutupnya PT Ifishdeco

Oleh: Dr Mustaman, S.Sos., M.Si

Marginalisasi adalah merupakan fenomena dalam Masyarakat yang senantiasa membuat seseorang terpinggirkan dan tidak memiliki kuasa penuh atas kehidupan sendiri, maupun sumber daya yang tersedia.

Salah satu penyebab atas marginalisasi di atas adalah kebijakan pemerintah yang terkadang tidak berpihak pada masyarakat bawah, Kebijakan yang tidak berpihak dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, salah satu di antaranya adalah terjadinya kesenjangan sosial ekonomi, sehingga memunculkan marginalisasi, apalagi bila kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan aspek kesetaraan hak dan keadilan sosial ekonomi Masyarakat.

Untuk mengatasi masalah kesenjangan sosial dan ekonomi di Masyarakat, semestinya pemerintah memberikan penguatan sektor riil dan melakukan perlindungan sosial bagi Masyarakat dimanapun mereka berada, selagi tidak bertentangan dengan perundang-undangan.

Bukan malah sebaliknya, yakni membuat kebijakan yang terkesan bermuatan kepentingan pribadi dan tergesa-gesa, tanpa mempertimbangkan aspek kepentingan Masyarakat yang lebih utama untuk diprioritaskan.

Dalam tulisan singkat ini, saya ingin menyoroti kebijakan terbaru Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan Bina Marga menindak tegas PT Ifisdecho di Desa Wandonggo, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) pada Sabtu 29 Maret 2025.

Dinas SDA dan Bina Marga Sultra mencabut surat Dispensasi penggunaan jalan Nomor B/600.1/498/VII/2024.

Dinas SDA dan Bina Marga Sultra juga memasang plang yang menerangkan bahwa PT Ifisdecho dilarang melakukan aktivitas Hauling ataupun melintas diruas jalan ini.

Secara tidak langsung Gubernur Sulawesi Tenggara (ASR) yang membuat Keputusan pemberhentian operasi sebuah Perusahaan di Konawe Selatan (PT Ifishdeco). Keputusan di atas, secara tidak langsung, Pemerintah Provinsi membuat satu keputusan yang menghendaki putusnya Hubungan Kerja (PHK) karyawan Perusahaan.

Jika terjadi PHK, Dampak yang ditimbulkan kebijakan di atas, tidak hanya sekedar menjauhkan Masyarakat dari sumber kehidupan sehari-harinya, melainkan menyebabkan Masyarakat menjadi marginal ditengah-tengah kelompoknya.

Hal ini kontradiktif atas keinginan, baik pemerintah pusat maupun daerah, yang berkomitmen untuk menstabilkan daya beli Masyarakat sekaligus berupaya mendorongan pertumbuhan ekonomi Masyarakat, malah sebaliknya, kebijakan Gubernur malah membuat angka pengangguran semakin bertambah dan beban negara semakin berat dalam Upaya menuntaskan kemisinan dan kesenjangan sosial yang ada di Masyarakat.

Bukan jumlah yang sedikit, Kurang lebih 1.000 orang pekerja yang berasal dari masyarakat lokal Sulawesi Tenggara, yang bekerja di PT Ifishdeco hari ini mengalami ketidakpastian atas penghidupan ekonomi mereka.

Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kepentingan Masyarakat, tidak hanya akan mengakibatkan keterpinggiran, tetapi jauh lebih dari itu, PHK dapat berdampak sosial pada bindividu, dan perekonomian Masyarakat. Mereka yang kehilangan pekerjaan akan kehilangan kepercayaan diri, depresi, dan perasaan rendah diri di Tengan komunitasnya.

Masyarakat yang kehilangan pekerjaan, juga dapat merasa kehilangan identitas diri, sehingga dapat berujung pada kesedihan dan pada Tingkat yang lebih ekstrim, seseorang dapat menyebabkan ia melakukan bunuh diri (Society Suicide). Hal ini sangat beralasan, sebab seseorang yang tiba-tiba kehilanghan pekerjaan (PHK) dari sebuah Perusahaan, dia akan mengalami goncangan psikis dan prustasi berat.

Pada Aspek ekenomi, Masyarakat yang kehilangan pekerjaan, juga akan menyebabkan penurunan daya beli. PHK dari aspek ekenomi dapat menurunkan penerimaan pajak negara, dan ini akan memperburuk kondisi ekonomi nasional. Selain itu, PHK juga dapat menurunkan kontribusi Masyarakat atas pertumbuhan ekonomi disebuah daerah.

Saat ini, Karyawan PT. Ifisdeco sudah tidak berharap banyak pada pemerintah, Mereka tinggal pasrah dan mengadu kepada Tuhan, bertanya tentang Keadilan-Nya, disaat mereka berbahagia karena dapat bekerja guna menghidupi keluarga meraka, tiba-tiba mereka harus berhenti beraktivitas, karena Perusahaan tempat mereka mencari nafkah tidak beroperasi lagi dengan adanya penutupan jalan hauling yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dengan demikian, tidak berlebihan jika masyarakat yang akan terdampak PHK

Perusahaan PT Ifishdeco, mengadu kepada Tuhan tentang Kebijaksanaan. Akankah pemimpin baru yang telah mereka pilih pada pilkada langsung tahun kemarin dapat mengayomi keresahan mereka, di saat sang Gubernur ASR membagi-bagikan uang dan sembako dari uang pribadinya di beberapa tempat, tetapi pada saat yang bersamaan pula, beliau memiskinkan sebahagian kelompok Masyarakat yang notabene adalah bagian dari tanggungjawabnya.

Saat ini, perusahaan tambang tempat mereka bekerja mencari nafkah tiba-tiba ditutup oleh Gubernur yang telah mereka coblos dan merupakan pilihan mayoritas mereka. Kondisi ini, sangat miris dan terasa begitu sangat menyedihkan bagi mereka.

Sesungguhnya mereka tidak berharap untuk menjadi orang kaya, mereka hanya berharap dapat bekerja secara halal, untuk mendapatkan upah buat dipakai membeli bahan pangan agar anak dan istri mereka tetap makan demi memepertahankan hidup. Saat ini, mereka meresa terpinggirkan, seperti orang yang sedang menumpang di rumah sendiri.

Ketakutan akan kemungkinan terkena PHK akibat ditutupnya perusahaan tempat mereka bekerja, semakin menghujam kedalam hati para pekerja dari hari ke hari, karena mereka telah mendapatkan kabar bahwa segala upaya yang telah dilakukan oleh pihak managemen Perusahaan PT. Ifishdeco agar beroperasi kembali, selalu menemui jalan buntu dari Gubernur, padahal dugaan mereka, Beliau Gubernur, juga pengusaha tambang, yang mestinya lebih paham dengan keadaan itu.
Segala kebijakan dan peraturan pemerintah, sejatinya untuk mensejahterakan Masyarakat sebagaimana tujuan negara kita, bukan malah sebaliknya.

Olehnya itu, sebaiknya Gubernur ASR, yang juga selaku keluarga besar sultra yang saat ini diberikan amanah memimpin daerah, mestinya lebih arif dan bijaksana, Ada sebuah pepatah bijak dalam Masyarakat suku bugis mengatakan “Rebba Sipatokkong, Malilu Sipakainge”. Jatuh kita saling menopang, dan Lupa kita saling mengingatkan”.*



MinungNews.ID

Saluran Google News