Polemik Duet Maut Dugaan Penambangan Ilegal PT. Rajawali dan CS8 di Blok Marombo Konawe Utara
Sejumlah Pihak Diduga Terlibat
Konawe Utara, MiningNews.id – Dua Perusahaan yang diduga menjadi dalang penambangan ilegal di Blok Marombo Kabupaten Konawe Utara, Selasa 11 Januari 2021.
Adalah PT. Rajawali dan PT. Cipta Surya Delapan (CS8) yang diduga menjadi Kordinator Puluhan Kontraktor Mining dengan sistem bagi hasil dan menyetor persenan untuk pengamanan ke sejumlah pihak berwenang.
Ketua Milenial Pemerhati Tambang (MPT) Sulawesi Tenggara (Sultra) Ibrahim mengungkapkan bahwa kedua perusahaan tersebut diduga kuat tak memiliki dokumen atau izin ada pada umumnya untuk melakukan aktivitas penambangan.
“Dua dokumen penting sebuah Perusahaan ketika mau melakukan aktivitas penambangan, yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan kedua dokumen tersebut diduga tak dimiliki PT. Rajawali dan CS8,” kata Ibrahim yang juga Putra Daerah Konawe Utara.
Ibrahim yang merupakan alumni Hukum Universitas Haluoleo ini membeberkan bahwa menduga kuat dalam melakukan aktivitasnya PT. Rajawali dan CS8 menggunakan dokumen perusahaan lain.
“PT. Rajawali dan CS8 kami duga kuat menggunakan dokumen perusahaan lain untuk melakukan aktivitasnya dengan membagi atau memberikan persenan ke Perusahaan yang digunakan dokumennya,” bebernya.
Selain itu Ibrahim juga mengungkapkan bahwa kedua perusahaan tersebut juga diduga kuat mendapatkan Backup dari sejumlah pihak yang memiliki kewenangan.
“Tidak mungkinnya itu PT. Rajawali dan CS8 beroperasi secara leluasa ketika tidak mendapatkan Backup dari sejumlah pihak berwenang, jadi beberapa oknum yang berwenang juga mendapatkan persenan dari aktivitas kedua perusahaan tersebut bersama puluhan kontraktor miningnya,” ungkapnya.
Pihaknya juga menyesalkan UPP Syahbandar Molawe yang dinilai turut berpartisipasi untuk melancarkan dugaan aktivitas penambangan ilegal tersebut.
“Ada oknum di UPP Syahbandar Molawe yang membantu penerbitan Surat Izin Berlayar (SIB) dan kami duga kuat kebagian dari 12 Dolar tersebut,” ungkapnya.
Ibrahim juga mendesak Dirkrimsus Polda Sultra untuk melakukan tindakan secepatnya atas aktivitas tersebut.
“Kami mendesak Ditkrimsus Polda Sultra untuk tidak membiarkan persoalan ini,” tegasnya.
Ia juga menyesalkan adanya Oknum Pejabat Polda yang diduga turut terlibat menambang hingga membackup aktivitas tersebut.
“Sebaiknya Mabes Polri yang menangani persoalan ini, pasalnya kami menduga kuat ada oknum pejabat Polda Sultra yang menambang dan membackup aktivitas dugaan penambangan ilegal tersebut,” pungkasnya.
Selain itu Ibrahim juga berharap Dansat Brimobda Sultra dapat menarik pasukannya yang diduga berada di wilayah tersebut.
“Kami berharap kepada Dansat Brimobda Sultra untuk dapat menarik pasukannya yang diduga mengamankan wilayah tersebut,” harapnya.
Lanjut Ibrahim yang juga Alumni Hukum UHO membeberkan hal tersebut juga melanggar ketentuan UU Minerba.
“Sebagaimana tertuang dalam Pasal 158 UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang berbunyi : Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah),” bebernya.
Ibrahim juga menegaskan bahwa pelanggaran yang diduga dilakukan perusahaan tersebut melanggar sejumlah Undang-undang.
“Bahwa tindakan PT. Rajawali dan CS8 sangat bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, sebagaimana tertuang dalam passal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 tahun 1999, tentang Kehutanan (UU Kehutanan).
“Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan (IPPKH), dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan,” jelasnya.
Selain itu Ibrahim juga mengungkapkan bahwa oknum kepolisian yang diduga mengamankan perusahaan tersebut diduga telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri).
“Kami duga kuat oknum kepolisian yang turut diduga mengamankan aktivitas perusahaan tersebut, melanggar Perkapolri Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Pemberian Bantuan Pengamanan pada Objek Vital Nasional dan Objek tertentu,” pungkasnya.
Saat dikonfirmasi ke pihak Staf UPP Syahbandar Molawe Bahar namun sampai berita ini diterbitkan belum mendapatkan tanggapan.
Selain itu Jurnalis MiningNews.id juga mengkonfirmasi Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dishut Sultra, Beni Raharjo, Ia membenarkan bahwa PT. Rajawali dan CS8 tak memiliki kelengkapan dokumen.
“Saya tidak tahu di mana lokasi IUP PT Rajawali dimaksud, apakah dalam kawasan hutan atau bukan. Kita coba cek di MOMI juga tidak ada.
Terkait Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan / IPPKH, tidak ada pemegang persetujuan/IPPKH atas nama PT. Rajawali,” katanya saat dihubungi via WhatsApp.
“Data di kami tidak ada Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan / IPPKH atas nama PT. Cipta Surya Delapan,” tambahnya.
Tim MiningNews.id juga mengkonfirmasi Dansat Brimob Polda Kombes Pol Adarma Sinaga mengatakan kehadiran satuannya disana dalam rangka pengamanan.
“Mereka seperti perusahaan-perusahaan lain mengajukan pengamanan, untuk pengamanan operasional perusahaan dan mereka menyurat untuk pihak kami melakukan pengamanan,” ungkapnya.
Terkait dugaan tersebut Tim MiningNews.id juga mengkonfirmasi Kabid Humas Polda Sultra Kombes Pol. Ferry Walintukan, Ia mengarahkan untuk ke Ditkrimsus terkait persoalan tersebut.
“Ke Dir Sus aja, atau tunggu saya konfirm ke beliau,” katanya saat dihubungi via WhatsApp.***