EKONOMI

Dari Regulasi hingga Pinjol, BPR Kanti Ulas Ancaman dan Peluang Ekonomi 2026

Gianyar, Miningnews – Seminar nasional bertema “Penguatan Peran Lembaga Keuangan dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional” yang digelar BPR Kanti pada Senin, 8 Desember 2025 berlangsung dinamis dan sarat analisis mendalam mengenai arah perekonomian Indonesia tahun 2026. Acara ini tidak hanya menghadirkan peserta dari berbagai provinsi, tetapi juga para akademisi, regulator, serta pelaku industri yang memberikan warna pada diskusi mengenai masa depan lembaga keuangan, khususnya BPR di tengah persaingan yang semakin ketat.

Dalam paparannya, Direktur Utama BPR Kanti Made Arya Amitaba, S.E., M.M. menyampaikan bahwa kontribusi lembaga keuangan, terutama BPR dalam menopang perekonomian nasional sering kali diremehkan. Ia menyoroti bahwa dalam prioritas pembangunan nasional, sektor lembaga keuangan justru ditempatkan di posisi keenam, padahal sektor ini merupakan tulang punggung aktivitas ekonomi masyarakat.

Menurut Amitaba, kenyataan tersebut menunjukkan ketidakseimbangan antara kebijakan dengan kondisi riil. Sementara pemerintah lebih menaruh fokus pada pembangunan infrastruktur dan sektor lainnya, BPR dan lembaga keuangan daerah tetap menjadi garda terdepan dalam menyediakan pembiayaan bagi UMKM, petani, pelaku usaha kecil, serta masyarakat yang tidak terjangkau bank besar.

Amitaba menjelaskan bahwa sejak awal berdirinya, BPR hadir sebagai solusi untuk melepaskan masyarakat dari jeratan rentenir. Namun seiring perkembangan regulasi, BPR kini diposisikan hampir setara dengan bank umum. Kondisi ini menuntut BPR harus memenuhi standar yang semakin berat, padahal struktur permodalan, teknologi, dan skala operasionalnya jauh lebih kecil. Tantangan tersebut semakin tajam ketika pinjaman online tumbuh pesat dengan strategi pemasaran agresif dan bank-bank besar memperluas penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah.

Ia juga menyinggung kebijakan pemerintah yang menyalurkan dana Rp200 triliun kepada kelompok bank Himbara. Menurutnya, alokasi dana sebesar itu idealnya dapat membuka kerja sama yang lebih luas dengan BPR agar lembaga keuangan mikro tetap dapat bersaing dan berkontribusi dalam mendorong kredit produktif di daerah.

Dalam konteks Bali, Amitaba menegaskan bahwa ekonomi daerah belum pulih sepenuhnya sejak pandemi Covid-19. Sektor pariwisata yang menjadi penggerak utama masih menunjukkan tanda-tanda pemulihan bertahap, namun belum mencapai kestabilan. Karena itu, ia mengusulkan agar relaksasi kebijakan kredit di Bali diperpanjang hingga 2028. Ia menyebut langkah tersebut penting untuk memberi ruang napas bagi pelaku usaha lokal yang masih berjuang bangkit serta bagi BPR yang harus menjaga kualitas kredit di tengah risiko ketidakpastian ekonomi.

Selain faktor regulasi, Amitaba menilai tahun 2026 akan diwarnai tantangan tambahan berupa potensi bencana, gejolak politik nasional, serta perubahan arah kebijakan fiskal dan moneter global. Meski demikian, ia menegaskan bahwa BPR tetap memegang optimisme sebagai fondasi bergeraknya ekonomi daerah.

“Persoalan dan tekanan pasti ada. Tetapi lewat ruang-ruang diskusi seperti seminar ini, kita memperkuat cara pandang, memperkaya strategi, dan menjaga komitmen agar lembaga keuangan tetap menjadi motor pertumbuhan ekonomi di 2026,” ujarnya menutup sesi.

Seminar nasional ini menjadi momentum penting bagi BPR Kanti untuk menyuarakan kebutuhan strategis lembaga keuangan daerah, sekaligus memperkuat kolaborasi di tengah persaingan industri yang semakin kompleks. Dengan penguatan peran BPR dan kebijakan yang lebih inklusif, lembaga keuangan daerah diyakini masih dapat mengambil peluang besar dalam menjaga stabilitas sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun mendatang. 027/006

Baca juga :