BERITA

Polemik Dugaan Penambangan Ilegal PT. ADP di Desa Oko-Oko Kolaka, Dari Dugaan Keterlibatan Oknum Polisi Hingga Melabrak Sejumlah Aturan

Kolaka – Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan (AMPLK) Sultra kembali menyoroti dugaan aktivitas penambangan illegal PT. ADP di Desa Oko-Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Jum’at 14 April 2023.

Ketua AMPLK Sultra Ibrahim mengatakan bahwa selain dugaan aktivitas penambangan illegal PT.ADP, Ia juga menyebutkan dugaan keterlibatan oknum polisi AN dalam perusahaan tersebut.

“Kami duga oknum polisi AN berperan penting atas dugaan aktivitas penambangan illegal PT. ADP di Desa Oko-Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka,” katanya dalam keterangan resminya, Kamis 6 April 2023.

Ia juga menuturkan bahwa dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP 2/2003”) mengatur beberapa larangan bagi anggota Kepolisian RI dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Berdasarkan hal tersebut pihaknya meminta Propam Mabes Polri dan Polda Sultra untuk menelusuri lebih lanjut keterlibatan oknum tersebut.

“Kami minta Propam Mabes Polri dan Polda Sultra untuk melakukan penelusuran dugaan keterlibatan oknum polisi AN dalam aktivitas perusahaan tersebut,” harapnya.

Pihaknya juga membeberkan bahwa seharusnya PT. ADP mengikuti kaidah penambangan yang baik atau good mining practice.

“Kalau mau menambang mesti patuhi kaidah penambangan yang baik dari IUP hingga IPPKH,” ungkapnya.

Ia juga membeberkan bahwa perusahaan tersebut diduga melanggar beberapa peraturan perundang-undangan.

“Tindakan perusahaan tersebut diduga sangat bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam passal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 tahun 1999, tentang Kehutanan (UU Kehutanan) yang berbunyi :
“Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan (IPPKH), dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan,” jelasnya.

Selain itu, sebagaimana tertuang dalam Pasal 158 UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang berbunyi :

“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah),”. bebernya.

Pihaknya juga berharap agar aparat hukum dapat melakukan penindakan terhadap penanggungjawab perusahaan tersebut.

Terkait hal tersebut penanggungjawab perusahaan tersebut AN saat dikonfirmasi via WhatsApp mengungkapkan bahwa memang tahun lalu (2022) pernah ada aktivitas namun untuk saat ini tidak ada lagi.

“Iya memang disana katanya pernah ada tahun lalu tapi sekarag sudah tidak ada,” katanya, Rabu 12 April 2023.

Ia juga menuturkan bahwa untuk saat ini tidak ada lagi aktivitas.

“Kalau mau cek silahkan kesana karena saya tidak pernah kesana, Nama PT nya kebetulan sama dengan nama saya tapi saya tidak ada kegiatan disana,” bebernya.

Terkait hal tersebut Kasubdit Tipidter IV Ditreskrimsus Polda Sultra, Kompol Ronald Arron Maramis, membenarkan bahwa Tim Patroli Illegal Mining Ditreskrimsus Polda Sultra telah melakukan pengecekan lapangan terhadap dugaan kegiatan penambangan Ilegal di Desa Oko-Oko Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka pada Senin 10 April 2023.

Tim patroli yang didampingi aparat pemerintah setempat, tidak menemukan bukti adanya aktivitas penambangan ilegal di lokasi yang dimaksud, yang ada hanya aliran sungai yang keruh dan berlumpur dari Desa Hakatutobu Kecamatan Pomalaa yang turun mengaliri persawahan warga di Desa Oko-Oko.

Kompol Ronald menyatakan bahwa pihaknya masih terus menyelidiki pengaduan tersebut untuk menentukan keabsahannya.

“Polisi telah waspada dalam memantau dan mencegah setiap potensi adanya kegiatan penambangan ilegal untuk melindungi lingkungan dan masyarakat,” ucap Kompol Ronald.

“Olehnya itu, jika ada pengaduan masyarakat terkait tambang ilegal, mesti kami jawab. Kami pastikan apakah yang diadukan benar atau tidak. Dan setibanya kamu di lokasi tersebut tim tidak menemukan adanya aktivitas penambangan ilegal,” sambung Kompol Ronald.

Kompol Ronald mengimbau kepada masyarakat apabila mengetahui atau mendapat informasi terkait adanya aktifitas Ilegal Mining agar segera menghubungi pihak Kepolisian.

“Kami selalu akan menindak lanjuti laporan masyarakat tersebut,” pungkasnya.

Sementara itu, saat ditemui awak media, Kepala Desa Oko-Oko, H. Gombi Sakuda, melalui Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Oko-Oko, Syamsir, mengatakan intensitas hujan yang tinggi dan sehingga debit air yang meningkat di desa tersebut menyebabkan jebolnya tanggul sungai dari Desa Hakatutobu.

Jebolnya tanggul di Desa Hakatutobu telah menyebabkan kerusakan yang signifikan pada persawahan dan mata pencaharian penduduk. Ratusan hektar sawah di Dusun Dua Lalowanie tergenang air keruh dan berlumpur, sedangkan aliran air yang menuju ke sungai berdampak pada lahan pertanian warga di Desa Oko-Oko dan Desa Lamedai.

Hal ini sangat berdampak pada pendapatan warga yang mengandalkan sawah sebagai sumber penghasilan utama mereka.

“Hujan deras baru-baru ini telah menyebabkan jebolnya tanggul sungai di Desa Hakatutobu, menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan petani di Desa kami. Air sungai yang biasanya jernih menjadi keruh dan berubah warna, kemudian mengalir ke ladang dan sekitarnya, hal itu berpotensi mencemari persawahan dan mengakibatkan hilangnya pendapatan bagi banyak petani yang menggantungkan hidupnya pada tanaman Padi,” terangnya.

Samsir juga membeberkan, Areal tambang yang ditinggalkan oleh pemilik IUP pada tahun 2014 telah meninggalkan banyak lubang tambang terbuka. Saat hujan deras, lubang-lubang ini terisi air hujan dan membentuk struktur seperti danau.

“Sudah lama tidak ada aktifitas di Desa kami (Desa Oko-oko,red). Kawasan seluas 10 hektar tersebut ditinggalkan oleh salah satu pemilik IUP pada tahun 2014 silam. Dan sampai saat tidak pernah digunakan lagi untuk penambangan oleh perusahaan atau individu lain,” beber Samsir.

Berdasarkan informasi yang diberikan pemerintah Desa Oko-Oko, desa ini luasnya 25,16 kilometer persegi, dengan batas-batas sebagai berikut, di sebelah utara Desa Oko-Oko berbatasan dengan Desa Sopura, sedangkan di sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kecamatan Tanggetada. Selanjutnya di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Lambandia, dan di sebelah barat berbatasan dengan Teluk Bone.***



MinungNews.ID

Saluran Google News



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca juga :